Thursday, September 13, 2007

Komodo pulau kecil rentan punah



Biawak Komodo di pulau kecil lebih rentan untuk punah


Tim S Jessop, Claudio Ciofi, M Jeri Imansyah, Deni Purwandana, Achmad Ariefiandy, Heru Rudiharto


Dimuat di Warta Herpetofauna Indonesia bulan Agustus 2007


Biawak Komodo (Varanus komodoensis Ouwen) adalah biawak terbesar di dunia (King & Green, 1999), namun sebarannya sangatlah terbatas dan hanya dapat ditemukan di lima pulau di daerah Tenggara Indonesia (Ciofi & de Boer, 2004). Selain Flores, pulau terbesar dalam cakupan wilayah sebaran biawak Komodo, empat pulau lainnya, yaitu Komodo (393.4 km2), Rinca (278.0 km2), Gili Motang (10.3 km2), dan Nusa Kode (9.3 km2), termasuk dalam wilayah pengelolaan Balai Taman Nasional Komodo (Jessop dkk., 2007a; PHKA, 2000). Bobot biawak Komodo dewasa dalam keadaan normal dapat mencapai 81.5 kg dan panjang tubuh keseluruhan dari moncong hingga ujung ekor mencapai 305 cm (Jessop dkk. unpublished data). Makanan utama Komodo dewasa adalah mamalia besar seperti Rusa Timor (Cervus timorensis), Kerbau (Bubalis bubalus) dan Babi (Sus scrofa), dengan mengandalkan strategi penyergapan dalam memburu mangsanya, sedangkan Komodo anak lebih aktif mencari untuk mendapatkan mangsanya seperti tokek pohon (Gekko gecko), telur Ayam hutan (Gallus gallus), ular, dan tikus (Auffenberg, 1981).

Ketergantungan yang cukup tinggi akan rusa sebagai makanan utamanya (>40%, Auffenberg, 1981) menyebabkan Komodo sangat rentan terhadap perubahan yang terjadi pada populasi rusa di wilayah sebaran Komodo (Ciofi & de Boer, 2004; Jessop dkk., 2006). Indeks tahunan kepadatan spesies mangsa besar untuk biawak Komodo, Rusa Timor (Cervus timorensis) mengindikasikan kecenderungan penurunan selama kurun tahun 2003-2006 (Gambar 1a). Kepadatan rusa diketahui berkaitan secara positif dengan luasan pulau, di mana pulau besar, Komodo dan Rinca, secara signifikan lebih tinggi dari pada kepadatan di pulau kecil, Nusa Kode dan Gili Motang. Indeks kepadatan rusa tertinggi tercatat di pulau Komodo, sedangkan terendah di Gili Motang (Gambar 1a; Jessop dkk., 2007a).

Tabel 1. Kepadatan Komodo tiap pulau di TNK

Pulau

Ukuran pulau (km2)

Kepadatan /km2

Komodo

393.4

18,82

Rinca

278.0

30,58

Gili Motang

10.3

13,38

Nusa Kode

9.3

11,80


Gambar 1. Grafik fluktuasi indeks kepadatan tahunan rusa (a) dan korelasi kepadatan Komodo dengan indeks kepadatan rusa (b).

Kepadatan Komodo saat ini diketahui pada tingkat rata-rata di bawah 20 individu per km2 tiap pulaunya (Tabel 1). Secara keseluruhan, kepadatan populasi pulau tertinggi terdapat di pulau Rinca (30,58 individu/km2), sedangkan kepadatan terendah terdapat di Nusa Kode (11,80 individu/km2) (Jessop dkk. 2007a). Kepadatan biawak Komodo secara signifikan berkorelasi dengan indeks kepadatan rusa sebagai mangsa utamanya. Sebagai mangsa utama bagi komodo, kondisi populasi rusa merupakan komponen kunci yang sangat berpengaruh terhadap kondisi populasi komodo, baik secara fenotif, maupun tingkah laku (Jessop dkk., 2007b). Seiring dengan kondisi kepadatan Komodo tiap pulau yang berkorelasi dengan ukuran pulau, ukuran tubuh dan tingkah laku biawak Komodo pun nampaknya berkorelasi pula dengan ukuran pulau. Komodo di pulau besar cenderung memiliki ukuran tubuh besar dan memiliki agresivitas yang lebih tinggi, sedangkan Komodo di pulau kecil, yang memiliki ukuran tubuh relatif lebih kecil dan lebih waspada terhadap kemungkinan pemangsaan, dalam hal ini kanibalisme oleh Komodo yang lebih besar (Jessop dkk., 2007b).

Dari keseluruhan populasi pulau biawak Komodo di TNK, nampaknya populasi di Pulau Komodo dan pulau Rinca berada dalam kondisi aman, sedangkan populasi di pulau kecil Gili Motang dan Nusa Kode menunjukkan gejala berada dalam kondisi ancaman kepunahan yang lebih tinggi dari pada populasi pulau lainnya (Jessop dkk., 2007a). Hal ini terutama ditunjukkan dengan rendahnya kepadatan populasi biawak Komodo (>15 individu/km2), juga disertai dengan rendahnya nilai indeks kepadatan rusa sebagai mangsa utama (> 10). Perbedaan jenis dan ketersediaan mangsa antar pulau, serta kompetisi intraspesifik diketahui secara jelas menjadi faktor seleksi penentu perubahan populasi dan pembentukan struktur komunitas, dan akhirnya survival spesies, dalam habitat kepulauan (Grant, 1998). Perbedaan tingkah laku kewaspadaan antar populasi pulau dapat juga mencerminkan peningkatan tekanan predasi intraspesifik (Cooper 2003; Heithaus dkk. 2002; Stone dkk. 1994). Hal ini nampak dari respon biawak Komodo di Gili Motang dan Nusa Kode yang lebih sering menghindari kehadiran manusia dari pada populasi di pulau Komodo dan Rinca (Jessop dkk., 2007c).

Dari sudut pandang manajemen, perbedaan berbagai aspek biologi dan ekologi Komodo antar pulau dapat menggambarkan adanya kebutuhan untuk mengembangankan rencana spefisik pulau yang disesuaikan dengan kondisi populasi (Jessop dkk., 2007c). Hal ini terutama penting sehubungan dengan informasi demografis jangka panjang mengenai perbedaan kondisi populasi pulau di TN Komodo, dan awal gangguan terhadap populasi-populasi ini di mana penyebaran dan imigrasi dibatasi oleh halangan lautan (Whittaker, 1998).

Daftar Pustaka / References:

Auffenberg, W. 1981. The Behavioral Ecology of the Komodo Monitor. Gainesville : University of Florida Press.

Ciofi, C. & de Boer, M.E. 2004. Distribution and conservation of the Komodo Monitor (Varanus komodoensis). Herpetological Journal 14: 99-107.

Cooper, W. E. Jr. 2003. Effect of risk on aspects of escape behavior by a lizard, Holbrookia propinqua, in relation to optimal escape theory. Ethology 109, 617-626.

Grant, P.R., 1998. Evolution on Islands. Oxford University Press, UK.

Heithaus, M. R., Frid, A. & Dill, L. M. 2002. Shark-inflicted injury frequencies, escape ability and habitat use of green and loggerhead turtles. Mar. Biol. 140, 229–236.

Jessop dkk. 2007a. Ekologi populasi, reproduksi, dan spasial biawak Komodo (Varanus komodoensis) di Taman Nasional Komodo. Disunting oleh Imansyah, M.J., Ariefiandy, A. dan Purwandana, D. BTNK/CRES-ZSSD/TNC.

Jessop, TS., Madsen T., Ciofi, C., Imansyah, M.J., Purwandana, D., Ariefiandy, A., Phillips, J.A. 2007b. Biawak Komodo plastis: respon predator besar terhadap pulau kecil. Terjemahan. Ariefiandy, A., Purwandana, D., Imansyah, M.J. CRES-ZSSD/BTNK/TNC. Labuan Bajo, Flores, Indonesia.

Jessop, T.S., Madsen, T., Ciofi, C., Imansyah, M.J., Purwandana, D., Rudiharto, H., Arifiandy, A., Phillips, J.A. 2007c. Island differences in population size structure and catch per unit effort and their conservation implications for Komodo dragons. Biological Conservation 135:247-255.

Jessop, T. S., Madsen, T., Sumner, J., Rudiharto, H., Phillips, J. A. and Ciofi, C. 2006. Maximum body size among insular Komodo dragon populations covaries with large prey density. _/ Oikos 112: 422_/429.

King, D.R. & Green, B. 1999. Goannas: the biology of Varanid lizards. Sydney: New South Wales Press Ltd.

PHKA. 2000. 25 years master plan for management Komodo National Park, Book 2: data and analysis. Jakarta: PHKA, The Nature Conservancy, Manggarai District Authority.

Stone, P. A., Snell, H. L. & Snell, H. M. 1994. Behavioral Diversity as Biological Diversity: Introduced Cats and Lava Lizard Wariness. Cons.Biol.8,569-573.

Whittaker, R. J. 1998. Island Biogeography: Ecology, Evolution and Conservation. Oxford: Oxford Univ. Press.

Penulis:

Tim S Jessop1,2, Claudio Ciofi3, M Jeri Imansyah1,4*, Deni Purwandana1,4, Achmad Ariefiandy1,4, Heru Rudiharto5

1) Center for Conservation and Research of Endangered Species; the Zoological Society of San Diego; San Pasqual Valley road, Escondido, CA. 92027-7000, USA.

2) Zoos Victoria; Elliot Avenue, Parkville, Melbourne, Victoria 3052, Australia.

3) Department of Genetic and Animal Science, University of Fiorentina, Florence, Italy

4) Balai Taman Nasional Komodo; Jl Kasimo, Labuan Bajo, Flores, Indonesia.

5) Komodo Species Survival Program Indonesia; Jl Sudirman IV, Gg Karya Bhakti II no 6, Denpasar 80232, Bali, Indonesia, ph 0361-7420434.

* Kontak: komodosspi@centrin.net.id

No comments: